Rabu, 21 September 2011

KATA

Definisi Istilah
kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.

afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan konfiks.

prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.

sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.

konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.

kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan.

keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.


Afiks Bahasa Indonesia yang Umum
prefiks:  ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
sufiks:  -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya
konfiks:  ke - an, ber - an, pe - an, peng - an, peny - an, pem - an, per - an, se - nya



Penggunaan Afiks
Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan kunci untuk memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca teks Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat mengerti makna sebagian besar kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu dengan menggunakan kaidah umum untuk masing-masing jenis afiks.
                Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita dapat menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam mengklasifikasikan jenis kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami menggunakan kaidah pengklasifikasian kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Kedua - 1991) yang disusun dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Penjelasan di bawah adalah untuk menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan) kepada kata dasar, bukan untuk menjelaskan bilamana afiks digunakan. Dalam kamus ini tidak diuraikan tentang asal kata dasar (etimologi). Perlu diperhatikan bahwa penjelasan di bawah ini lebih berhubungan dengan perbuatan (aksi) dalam suatu kalimat - siapa yang melakukan aksi itu, hasil perbuatan, arah perbuatan atau tindakan dan apakah tindakan itu merupakan fokus utama dalam kalimat atau bukan.

Frekuensi Penggunaan Afiks
                Dalam kamus ini terdapat 38.308 entri (tidak termasuk singkatan, akronim dan entri kata majemuk) dimana 22.022 berafiks dan 16.286 tidak berafiks. Menurut persentase, 57% berafiks dan 43% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 9 entri dalam kamus ini, 5 kata berafiks dan 4 kata lainnya tidak.
                Pada tahun 1998, secara tidak formal, kami menganalisis 10.000 kata Bahasa Indonesia dari terbitan yang umum di Indonesia. Dari 10.000 kata tersebut, terdapat 2.887 atau kira-kira 29% kata berafiks dan 7.113 atau 71% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 100 kata di surat kabar atau majalah, Anda mungkin dapat menemukan 29 kata yang berafiks dan 71 kata tidak berafiks. Tingkat penggunaan masing-masing afiks diuraikan di bawah ini.

Aplikasi Afiks

ber- : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks "ber-" adalah untuk menunjukkan bahwa subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak verba dengan afiks "ber-" mempunyai kata yang sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. 

me-, meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini membentuk verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat adalah pelaku, bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki salah satu dari prefiks ini.

di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks "me-." Prefiks "me-" menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks "di-" menunjukkan tindakan pasif, di mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. 

pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. 

ter- : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.
(1) Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif. (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah)
(2) Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam kalimat adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.

se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.  Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah sebagai berikut:
1. untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa Inggris)
2. untuk menyatakan seluruh atau segenap
3. untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan
4. untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama atau menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu

-an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini. 

-i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan perulangan, pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau obyek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat pengaruh dari perbuatan tersebut    . Sufiks ini pun menunjukkan di mana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini. 

-kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab, proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke bagian lain dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini. 

-kah :  menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.

-lah : sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini. 

ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:
  1. membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar
  2. membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal
  3. membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan
  4. membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan
.
pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. 

per-an : menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik. Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.

se - nya : Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).

-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini.  contoh: biasanya = usually; rupanya = apparently

-nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.
Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk (bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan majalah berita

Fonologi

  1. Fonologi
    • Fonologi mencoba mengkaji dan menganalisis bunyi ujaran pada suatu bahasa dengan cara mempelajari bagaimana bunyi ujaran tadi dihasilkan oleh alat ucap manusia, bagaimana bunyi ujaran tadi sebagai getaran udara, bagaimana bunyi ujaran tadi diterima oleh telinga manusia, dan bagaimana bunyi ujaran itu dalam fungsinya sebagai pembeda makna.
    Cabang-Cabang Fonologi
    Fonetikmerupakan cabang fonologi yang menyelidiki bunyi bahasa menurut cara pelafalan, sifat-sifat akuistiknya, dan cara penerimaannya oleh telinga manusia.
    Ketika kita medeskripsikan bahwa bunyi [p] dalam bahasa Indonesia adalah bunyi yang dilafalkan dengan menutup kedua bibir lalu melepaskannya sehingga udara keluar dengan letupan. Deskripsi seperti itu adalah deskripsi fonetis.
  2. Fonetik digolongkan ke dalam 3 macam, yakni:
    Fonetik artikulatorisadalah cabang ilmu fonetik yang mempelajari dan menyelidiki bagaimana pengartikulasian bunyi-bunyi di dalam bahasa.
    Fonetik akuistis adalah cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi bahasa sebagai getaran udara.
    Fonetis auditoris adalah cabang ilmu fonetik yang melakukan penyelidikan tentang cara-cara penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia.
  3. Alat Bicara
    Keterangan :
    1. bibir atas (labium)
    2. bibir bawah (labium)
    3. gigi atas (dentes)
    4. gigi bawah (dentes)
    5. gusi (alveolum)
    6. langit-langit keras (palatum)
    7. langit-langit lunak (velum)
    8. anak tekak(uvula)
    9. ujung lidah (apika)
    10. depan lidah
    11. daun lidah (lamina)
    12. tengah lidah (medium)
    13. belakang lidah(dorso)
    14. akar lidah (radika)
    15. faring
    16. rongga mulut
    17. rongga hidung
    18. epiglotis
    19. pita suara
    20. pangkal tenggorokan (laring)
    21. trakea
  4. Jenis-Jenis Bunyi
    Konsonan
    Konsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu.
    Bunyi konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria: posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
    # Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara.
    1. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu.
    Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, /m/, /n/, /ñ/, /j/, /z/, /r/, /w/ dan /y/.
    2. Bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tak bersuara, antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/.
  5. # Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal empat macam konsonan, yakni:
    1. konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan cara merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/, dan /m/.
    2. konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan cara merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/.
    3. konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/.
    4. konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan pangkal lidah ke langit-langit lunak, misalnya /k/ dan /g/.
  6. # Menurut cara pengucapanya/cara artikulasinya, konsonan dapat dibedakan sebagai berikut:
    1. bunyi letupan [plosive] yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi lalu dilepaskan, seperti [b], [p], [t], [d], [k], [g], [?], dan lain-lain;
    2. bunyi nasal adalah bunyi yang dihasilkan dengan menutup alur udara keluar melalui rongga mulut tetapi dikeluarkan melalui rongga hidung seperti fonem [n, m, ñ, ];
    3. bunyi lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah seperi [l];
    4. bunyi frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan secara frikatif misanya [f], [s];
    5. bunyi afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melepas udara yang keluar dari paru-paru secara frikatif, misalnya [c] dan [z];
    6. bunyi getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti [r] pada jarang.
  7. Semivokal
    Kualitas semi-vokal bukan hanya ditentukan oleh titik artikulasi, tetapi ditentukan pula oleh bangun mulut atau sikap mulut, misalnya vokal [u] yang merupakan vokal bundar. jika bangun mulut disempitkan lagi maka akan menghasilkan bunyi yang tidak mencapai titik artikulasi sehingga menghasilkan bunyi [ŵ]. Bunyi [ŵ] yang dimaksud adalah bunyi [ŵ] yang bilabial dengan mendekatkan bibir dengan gigi atas tapi tidak sedemikian dekat. Oleh karena itu, bunyi [ŵ] digolongkan sebagai bunyi semi-vokal.
    Vokal
    Menurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokal-vokal digolongkan:
    a. Vokal tinggidepandengan menggerakkan bagian depan lidah ke langit-langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti pengucapan bunyi [i].
    b. Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan sedikit membundar, misalnya /u/.
  8. c. Vokal sedangdihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya vokal [e].
    d. Vokal belakang dihasilkan dengan menggerakkan bagian belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara bagian belakang lidah dan langit-langit, misalnya vokal [o].
    e.vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak menaikkan bagian tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya Vokal // .
    f.vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah mendatar, misalnya vokal /a/.
  9. Depan Tengah Belakang
    Tinggi i u
    Sedang e ∂ o
    Rendah a
    Tabel Vokal Bahasa Indonesia
  10. Unsur Suprasegmental
    Fonem yang berwujud bunyi seperti yang digambarkan pada bagian di atas dinamakan fonem segmental. Fonem pada sisi lain dapat pula tidak bewujud bunyi, tetapi merupakan aspek tambahan terhadap bunyi. Jika seseorang berbicara, akan terdengar bahwa suku kata tertentu pada suatu kata mendapat tekanan yang lebih nyaring dibandingkan dengan suku kata yang lain; bunyi tertentu terdengar lebih panjang dibandingkan dengan bunyi yang lain; dan vokal pada suku kata tertentu terdengar lebih tinggi dibandingkan dengan vokal pada suku kata yang lain.
    Tekanan atau Stres
    Tekanan yang dimaksud dalam hal ini menyangkut keras lembutnya bunyi yang diucapkan oleh manusia.
    Nada
    Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.
  11. Unsursuprasegmentalinikemudianmelahirkansistemejaansuatubahasatertentu. Perhatikansistemejaanbahasa Indonesia berikutini!
  12. Suku Kata
    Suku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan napas dan umumnya terdiri atas beberapa fonem. Kata seperti datang diucapkan dengan dua hembusan napas, satu untuk da- dan satu lagi untuk tang.
    Suku kata yang berakhir dengan vokal (K)V, disebut suku terbuka dan suku yang berakhir konsonan (K)VK disebut suku tertutup.
  13. TulisanFonetis
    Di bawah ini akan dipaparkan tulisan fonetis menurut International Phonetic Association.
     /e/ seperti pada kata bebas
     /e/ seperti pada beban.
    e /e/ seperti pada tetapi.
    a /a/ seperti pada hak.
    I /i/ seperti pada gigit.
    i /i/ seperti pada kata gigih.
     /o/ seperti pada kata b r s
    o /o/ seperti pada toko.
    U /u/ seperti pada sarung.
    u /u/ seperti pada baru.
    ñ /ny/ seperti pada kata nyonya.
     /ng/ seperti pada hangat.
  14. Fonemik
    Objek kajian fonemik adalah fonem dalam fungsinya sebagai pembeda makna kata. Jika di dalam fonetik kita meneliti bunyi /l/ dan /r/ yang berbeda seperti terdapat pada kata laba dan raba maka dalam fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi-bunyi itu berfungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
    Fonem, Fon, dan Alofon
    Fonem adalah satuan terkecil bunyi bahasa yang bersifat membedakan arti (distingtif). Dalam dunia Linguistik, satuan bahasa yang disebut fonem ditulis di antara dua garis miring /…../.
    Alofon merupakan variasi sebuah fonem atau anggota sebuah fonem. Misalnya: fonem /i/ dalam bahasa Indonesia memiliki variasi fonem [i] dan [I].
  15. ProsedurPenemuanFonem
    Istilahkontraslingkungansama (KLS) tidakberbedamaknanyadenganpasangan minimal terutamadalampandanganFonologiStruktural (FS), yaknisama-samamerupakanprosedurpenemuanfonem yang mempunyaikonsepbahwaduabuahbunyibahasadapatdinyakatansebagaiduabuahfonem yang berbedaapabilakeduanyaberadapadaleksikon yang dibentukolehlingkunganbunyi yang samadankeduabunyiitulah yang menyebabkanmaknadarisepasangleksikonituberbeda (lihatPastikadalamMoeliono, 2004:86). Salahsatucontohnyaadalahpasanganpagidanbagi.
  16. Di samping KLS penemuansebuahfonemjugadapatdigunakan KLM, seperticontoh yang diungkapkandari Pike (1947) berikutini:
    laGa ’ranjangbayi’
    laXa ’anjing’
    aXal ’tikus’
  17. Bandingkan data-data di bawah ini!
    kanak-kanak[kana?-kana?] dan kekanak-kanakan[kekanak-kanakan]
    buih : [buih] dan [buIh]
    orang : [ora] dan [ra]
    Di samping lingkungan yang sama, terdapat juga lingkungan yang hampir sama, misalnya /liyar/ dan /luwar/. Bunyi [i] dan [u] pada data ini digolongkan sebagai fonem yang berbeda karena terdapat pada oposisi leksikal liar dan luar.
    Penentuan fonem seperti yang dijelaskan oleh Uhlenbeck (dalam Subroto, 1991:15) tidak semata-mata berdasarkan oposisi pasangan minimal, melainkan kita harus memperhatikan gejala sistematis mengenai terdapatnya kedua seri alofon tersebut dalam pembentukan kata, misalnya alofon [a] pada kata lara ’sakit’ akan bervariasi dengan [A] pada kata lArAne ’sakitnya’, lArAmu ’sakitmu’ dalam bahasa Jawa.
  18. Berbeda halnya dengan top dan stop dalam bahasa Inggris merupakan dua data yang berdistribusi komplementer karena bunyi [t] pada posisi tertentu tidak pernah ditempati bunyi [th] dan sebaliknya.
    Fon merupakanbunyi-bunyi yang kongkret, bunyi-bunyi yang diartikulasikan (diucapkan) atau bentuk kongkret dari sebuah fonem. Dalam hal ini, fonem merupakan maujud abstrak yang direalisasikan menjadi fon.
    Huruf-huruf yang digunakan untuk transkripsi di atas, tidak sama dengan huruf yang digunakan dalam tata aksara suatu bahasa. Huruf-huruf yang melambangi bunyi bahasa disebut grafem. Bunyi bahasa yang ditulis dalam ortografis atau ejaan diapit oleh tanda lebih kecil dan lebih besar (< >). Dengan demikian bisa jadi terdapat sebuah grafem yang melambangkan dua fonem yang berbeda, seperti halnya fonem /e/ dan // dam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan grafem .
  19. FonemAlofonGrafem Contoh
    /e/ [e] esate
    [] robek
    / /[] betul
    Alofon Vokal
    Fonem /i/.Fonem /i/ memiliki dua alofon, yakni [i] dan [I]. Fonem [i] dilafalkan [i] apabila terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti gigi, ini, tali dan (2) suku kata tutup yang berakhir dengan fonem /m, n, dan /, seperti simpang, minta, pinggul. Fonem /i/ dilafalkan [I] apabila terdapat pada suku kata tutup, seperti pada kata banting, kirim, parit, dan lain-lain.
    Fonem /e/.Fonemmemiliki dua alofon, yakni [e] dan []. Fonem /e/ dilafalkan /e/ jika terdapat pada suku kata terbuka, serong, sore, besok . Fonem /e/ dilafalkan [] jika terdapat pada suku kata tertutup akhir, misalnya nenek, bebek, tokek.
  20. Fonem //. Fonem // hanya memiliki satu alofon, yakni []. Alofon ini terdapat pada suku kata tutup dan suku kata terbuka, misalnya enam, entah, pergi, bekerja, dan lain-lain.
    Fonem /u/. Fonem /u/ memiliki dua alofon, yakni [u] dan [U]. Fonem /u/ dilafalkan [u] jika terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti upah, tukang, bantu dan (2) suku kata tertutup yang berakhir dengan /m, n, dan /, misalnya puncak, bungsu, rumput, dan lain-lain. Fonem /u/ dilafalkan [U] jika terdapat pada suku kata tertutup dan suku kata itu tidak mendapat tekanan yang keras, misalnya warung, bungsu, rumput dan lain-lain. Jika mendapatkan tekanan yang keras, /fonem /u/ yang semula dilafalkan [U] akan menjadi [u], misalnya pada kata pengampunan, kumpulan, simpulan, dan lain-lain.
    Fonem /a/. Fonem /a/ hanya memiliki satu alofon, yakni [a] seperti pada kata akan, dua, makan, jelas, dan lain-lain.
    Fonem /o/. Fonem /o/ memiliki dua alofon, yakni: [o] dan []. Fonem /o/ dilafalkan [o] jika terdapat pada suku kata terbuka, misalnya pada kata toko, roda, biro, dan lain-lain. Fonem /o/ dilafalkan [] jika terdapat pada (1) suku kata tertutup, misalnya rokok, pojok, momok dan (2) suku kata terbuka yang diikuti suku kata yang mengandung alofon [], misalnya pepohonan, pertokoan, dan lain-lain.
  21. Alofon Konsonan
    Fonem /p/. Fonem /p/ memiliki dua alofon, yakni [p] dan [p>]. Fonem /p/ dilafalkan [p] jika berada pada awal dan tengah suatu suku kata, seperti pada kata: pintu, sampai, dan lain-lain. Fonem /p/ dilafalkan [p>] jika terdapat pada akhir suku kata, seperti pada kata: tatap, sedap, tangkap, dan lain-lain.
    Fonem /b/. Fonem /b/ hanya memiliki satu alofon, yakni [b] yang biasanya terdapat di awal, tengah, dan akhir kata, misalnya baru, tambal, adab, dan lain-lain.
    Fonem /t/. Fonem memiliki dua alofon, yakni [t] dan [t>]. Fonem /t/ dilafalkan /t/ apabila terdapat pada awal kata dan tengah kata, seperti: timpa dan santai.Fonem /t/ dilapalkan /t>/ apabila terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: lompat dan tempat.
    Fonem /d/. Fonem /d/ memiliki dua alofon, yakni [d] yang posisinya selalu di awal suku kata, seperti pada kata: duta dan madu. Fonem /d/ dilafalkan [d>] jika terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: abad dan akad.
  22. Fonem /k/. Fonem /k/ mempunyai tiga alofon, yakni alofon lepas [k], alofon taklepas [k>], dan alofon hambat glotal tidak bersuara [?]. Alofon yang pertama terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: kaki dan kurang. Sedangkan alofon kedua terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: paksa dan iklim. Alofon ketiga terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: maklum dan rakyat.
    Fonem /g/.Fonem /g/ hanya memiliki dua alofon, yaitu: [g] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: gula dan ragu. Pada akhir suku kata, fonem /g/ dilafalkan [k>], seperti pada kata: ajeg dan gudeg.
    Fonem /f/. Fonem /f/ memiliki satu alofon, yakni [f] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: fakultas dan munafik.
    Fonem /s/. Fonem /s/ memiliki satu alofon, yakni [s] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: sama dan pasti.
    Fonem /z/. Fonem /z/ memiliki satu alofon, yakni [z] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: zat dan izin.
    Fonem /š/. Fonem / š/ memiliki i satu alofon, yakni [š] yang terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: syukur dan masyarakat.
  23. Fonem /x/. Fonem /x/ memiliki satu alofon, yakni [x] yang terdapat pada awal dan akhir suku kata, seperti pada kata: khas dan akhir.
    Fonem /h/. Fonem /h/ memiliki dua alofon, yakni [h] dan [h>]. Alofon [h] tidak bersuara, seperti pada kata: hari dan rumah. Sedangkan [h>] bersuara seperti pada kata: tahu dan tuhan.
    Fonem /c/. Fonem /c/ memiliki satu alofon, yakni [c], seperti pada kata: cari dan cacing.
    Fonem /j/. Fonem /j/ memiliki satu alofon, yakni [j], seperti pada kata juga dan maju.
    Fonem /m/. Fonem /m/ memiliki satu alofon, yakni [m], seperti pada kata: makan dan sampai.
    Fonem /n/. Fonem /n/ memiliki satu alofon, yakni [n], seperti pada kata: ikan dan pantai.
    Fonem /ñ/. Fonem /ñ/ memiliki satu alofon, yakni [ñ], seperti pada kata: ñiur dan ñañian.
    Fonem //. Fonem // memiliki satu alofon, yakni [], seperti pada kata: ñarai dan pakal.
  24. Fonem /r/.Fonem /r/ memiliki satu alofon, yakni [r], seperti pada kata: raja dan karya.
    Fonem /l/.Fonem /l/ memiliki satu alofon, yakni [l], seperti pada kata: lama dan palsu.
    Fonem /w/.Fonem /w/ memiliki satu alofon, yakni [w], seperti pada kata: waktu dan wafat.
    Fonem /y/.Fonem /y/ memiliki satu alofon, yakni [y], seperti pada kata: yakin dan yakin.
  25. Perubahan Fonem
    Pelafalan sebuah fonem dapat berbeda-beda karena tergantung pada lingkungannya. Misalnya bunyi /o/ jika pada silabe tertutup akan dilafalkan [] dan jika berada pada silabe terbuka kan dilafalkan [o].Akan tetapi perubahan pelafalan fonem dalam BI tidak bersifat fonetis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa macam perubahan fonem dalam BI.
    Asimilasi dan Disimilasi
    Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat adanya pengaruh bunyi dilingkungannya, sehinggga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya seperti, /b/ pada kata sabtu lazim dilafalkan /p/. Perubahan bunyi /b/ menjadi /p/ dalam hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh fonem /t/ yang merupakan fonem hambat tak bersuara. Selain itu, perubahan fonem /b/ menjadi /p/ diklasifikasikan ke dalam asimilasi fonemis, karena perubahan itu tidak mngakibatkan perubahan identitas fonem.
  26. Asimilasi dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu, asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi resiprokal. Pada asimilasi progresif, bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Pada asimilasi regresif, bunyi yang diubah terletak di depan yang mempengaruhinya. Sedangkan asimilasi resiprokal, perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi.
    Disimilasi adalah perubahan yang terjadi bila bunyi yang sama berubah menjadi tidak sama, misalnya kata cipta yang berasal dari bahasa Sangsekerta citta. Bunyi /tt/ pada data terakhir berubah menjadi bunyi /pt/ dalam BI.
  27. Arkifonem dan Kontraksi
    Arkifonemadalah hilangnya kekontrasan dua fonem yang berbeda pada posisi yang sama, misalnya [b] dan [p] pada kata jawab dan jawap. Kedua data terakhir apabila dilekati akhiran {-an} bentuknya menjadi jawaban. Jadi, disini ada arkifonem /B/ yang bisa direalisasikan menjadi [b] dan [p].
    Kontraksi adalah penyingkatan atau pemendekan pelafalan suatu kata dalam suatu bahasa, misalnya kata tidak tahu dilafalkan menjadi ndak tahu.
    Metatesis dan Epentesis
    Metatesis merupakan proses perubahan urutan fonem dalam suatu bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia selain kita jumpai bentuk sapu terdapat pula bentuk apus, selain kita jumpai bentuk jalur terdapat pula bentuk lajur, dan lain-lain.
    Epentesis merupakan penyisipan suatu fonem ke dalam suatu kata tertentu. Bunyi yang disisipkan biasanya merupakan bunyi yang hormogan dengan lingkungannya, misalnya fonem /m/ yang disisipkan pada kata sapi, fonem /m/ yang disisipkan pada kata kapak, dan lain-lain.

TEKNIK SCANNING DAN TEKNIK SKIMMING

Skimming dan scanning adalah teknik membaca cepat yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang dihadapkan pada banyak literatur sementara hanya ada sedikit waktu untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kerancuan dalam membedakan antara skimming dan scanning. Keduanya merupakan teknik membaca cepat, hanya saja berbeda tujuan penggunaan.
Komponen Skimming Scanning
Pengertian
Skimming digunakan untuk mendapatkan gagasan utama dari sebuah teks. Untuk mengetahui apakah suatu artikel sesuai dengan apa yang kita cari. Untuk menilai artikel tersebut, apakah menarik untuk dibaca lebih lanjut secara mendetail. Kecepatan membaca secara skimming biasanya sekitar 3-4 kali lebih cepat dari membaca biasa. Scanning digunakan untuk mendapatkan informasi spesifik dari sebuah teks. Biasanya, ini dilakukan jika Anda telah mengetahui dengan pasti apa yang Anda cari sehingga berkonsentrasi mencari jawaban yang spesifik. Scanning berkaitan dengan menggerakan mata secara cepat keseluruh bagian halaman tertentu untuk mencari kata dan frasa tertentu.
Contoh
skimming untuk mendapatkan gagasan utama dari sebuah halaman buku teks sehingga dapat memutuskan apakah buku tersebut berguna dan perlu dibaca lebih pelan dan mendetail. scanning untuk menemukan nomer tertentu di direktori telepon, kata di kamus.
Strategi
Langkah-langkah skimming :
  1. Baca judul, sub judul dan subheading untuk mencari tahu apa yang dibicarakan teks tersebut.
  2. Perhatikan ilustrasi (gambar atau foto) agar Anda mendapatkan informasi lebih jauh tentang topik tersebut.
  3. Baca awal dan akhir kalimat setiap paragraph
  4. Jangan membaca kata per kata. Biarkan mata Anda melakukan skimming kulit luar sebuah teks. Carilah kata kunci atau keyword-nya
  5. Lanjutkan dengan berpikir mengenai arti teks tersebut
Langkah-langkah scanning :
  1. Perhatikan penggunaan urutan seperti ‘angka’, ‘huruf’, ‘langkah’, ‘pertama’, ‘kedua’, atau ‘selanjutnya’.
  2. Carilah kata yang dicetak tebal, miring atau yang dicetak berbeda dengan teks lainnya.
  3. Terkadang penulis menempatkan kata kunci di batas paragraf
Dalam prakteknya, skimming dan scanning seringkali digabung. Setelah melakukan skimming selanjutnya pembaca memutuskan teks tersebut menarik, lalu dilanjutkan dengan scanning lokasi informasi yang spesifik. Bisa juga sebaliknya, melakukan scanning ketika pertama kali menemukan sumber untuk menentukan apakah teks tersebut akan menjawab pertanyaan Anda dan selanjutnya melakukan skimming mencari pesan yang ingin disampaikan penulis atau gagasan utamanya.
Jadi selain berusaha meningkatkan minat baca, maka guru juga harus mulai mensosialisasikan dan membiasakan siswanya untuk berlatih membaca cepat, baik itu skimming maupun scanning. Semua perlu dilakukan secara bertahap. Latihan sejak dini saat masih dibangku sekolah akan sangat membantu siswa ketika masuk dunia perkuliahan. Bukan hanya siswa yang bisa memanfaatkan teknik skimming dan scanning, tetapi juga guru dan semua orang yang membutuhkan bacaan sebagai sumber informasi dalam hidupnya.
Sekarang, daya bangkit tiap sekolah ditentukan oleh kemampuan siswanya membaca. Untuk meningkatkan itu, mari berlatih dahulu. Perhatikan model dalam  artikel yang berbahasa Inggris. Lalu carilah model yang sepadan dalam bahasa Indonesia. Selamat mencoba dan membandingkan dengan mengklik link berikut :

JENIS MEMBACA

Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca waktu melakukan kegiatan membaca, maka proses membaca dapat dibedakan menjadi :

A. Membaca Nyaring
Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa pikiran, perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis.

Ketrampilan yang dituntut dalam membaca nyaring adalah berbagai kemampuan, diantaranya adalah :
1. menggunakan ucapan yang tepat,
2. menggunakan frase yang tepat,
3. menggunakan intonasi suara yang wajar,
4. dalam posisi sikap yang baik,
5. menguasai tanda-tanda baca,
6. membaca dengan terang dan jelas,
7. membaca dengan penuh perasaan, ekspresif,
8. membaca dengan tidak terbata-bata,
9. mengerti serta memahami bahan bacaan yang dibacanya,
10. kecepatan bergantung pada bahan bacaan yang dibacanya,
11. membaca dengan tanpa terus-menerus melihat bahan bacaan,
12. membaca dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri.

B. Membaca Dalam Hati

Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan tanpa menyuarakan isi bacaan yang dibacanya.
Ketrampilan yang dituntut dalam membaca dalam hati antara lain sebagai berikut:
1. membaca tanpa bersuara, tanpa bibir bergerak, tanpa ada desis apapun,
2. membaca tanpa ada gerakan-gerakan kepala,
3. membaca lebih cepat dibandingkan dengan membaca nyaring,
4. tanpa menggunakan jari atau alat lain sebagai penunjuk,
5. mengerti dan memahami bahan bacaan,
6. dituntut kecepatan mata dalam membaca,
7. membaca dengan pemahaman yang baik,
8. dapat menyesuaikan kecepatan dengan tingkat kesukaran yang terdapat dalam bacaan.

Secara garis besar, membaca dalam hati dapat dibedakan menjadi dua (I) membaca ekstensif dan (II) membaca intensif. Berikut penjelasan secara rinci kedua jenis membaca tersebut :

I. Membaca Ekstensif
membaca ekstensif adalah membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Membaca ekstensif meliputi :

1. Membaca Survai (Survey Reading)
Membaca survai adalah kegiatan membaca untuk mengetahui secara sekilas terhadap bahan bacaan yang akan dibaca lebih mendalam. Kegiatan membaca survai merupakan pendahuluan dalam membaca ekstensif.
Yang dilakukan seseorang ketika membaca survai adalah sebagai berikut :
(a) memeriksa judul bacaan/buku, kata pengantar, daftar isi dan malihat abstrak(jika ada),
(b) memeriksa bagian terahkir dari isi (kesimpulan) jika ada,
(c) memeriksa indeks dan apendiks(jika ada).

2. Membaca Sekilas
Membaca sekilas atau membaca cepat adalah kegiatan membaca dengan mengandalakan kecepatan gerak mata dalam melihat dan memperhatikan bahan tertulis yang dibacanya dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara cepat.
Metode yang digunakan dalam melatihkan membaca cepat adalah :
(a) metode kosakata; metode yang berusaha untuk menambah kosakata.
(b) Metode motivasi; metode yang berusaha memotivasi pembaca(pemula) yang mengalami hambatan.
(c) Metode gerak mata; metode yang mengembangkan kecepatan membaca dengan menigkatkan kecepatan gerak mata.

Hambatan-hambatan yang dapat mengurangi kecepatan mambaca :
(a) vokalisai atau berguman ketika membaca,
(b) membaca dengan menggerakan bibir tetapi tidak bersuara,
(c) kepala bergerak searah tulisan yang dibaca,
(d) subvokalisasi; suara yang biasa ikut membaca di dalam pikiran kita,
(e) jari tangan selalu menunjuk tulisa yang sedang kit abaca,
(f) gerakan mata kembali pada kata-kata sebelumnya.

3. Membaca Dangkal (Superficial Reading)
membaca dangkal pada hakekatnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran, yang tidak mendalam dari suatu bahan bacaan. Membaca jenis ini biasanya dilakukan seseorang membaca demi kesenangan, membaca bacaan ringan yang mendatangkan kesenangan, kegembiraan sebagai pengisi waktu senggang.

II. Membaca Intensif
membaca intensif atau intensive reading adalah membaca dengan penuh penghayatan untuk menyerap apa yang seharusnya kita kuasai. Yang termasuk dalam membaca intensif adalah :

A. Membaca Telaah Isi :
1. Membaca Teliti
Membaca jenis ini sama pentingnya dengan membaca sekilas, maka sering kali seseorang perlu membaca dengan teliti bahan-bahan yang disukai.
2. Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman (reading for understanding) adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami tentang standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards), resensi kritis (critical review), dan pola-pola fiksi (patterns of fiction).
3. Membaca Kritis
Membaca kritis adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara bijakasana, mendalam, evaluatif, dengan tujuan untuk menemukan keseluruhan bahan bacaan, baik makna baris-baris, makna antar baris, maupun makna balik baris.
4. Membaca Ide
Membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.

5. Membaca Kreatif
Membaca kreatif adalah kegiatan membaca yang tidak hanya sekedar menagkap makna tersurat, makna antar baris, tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kehidupan sehari-hari.

B. Membaca Telaah Bahasa :
1. Membaca Bahasa (Foreign Language Reading)
Tujuan utama membaca bahasa adalah memperbesar daya kata (increasing word power) dan mengembangkan kosakata (developing vocabulary)
2. Membaca Sastra (Literary Reading)
Dalam membaca sastra perhatian pembaca harus dipusatkan pada penggunaan bahasa dalam karya sastra. Apabila seseorang dapat mengenal serta mengerti seluk beluk bahasa dalam suatu karya sastra maka semakin mudah dia memahami isinya serta dapat membedakan antara bahasa ilmiah dan bahasa sastra.

Kata, Frasa, dan Klausa

Kata, Frasa, dan Klausa
Bila kita melihat tata tingkat atau hirarki dalam bahasa, maka urutan itu dari yang terkecil sampai yang paling luas beserta bidang ilmunya masing-masing adalah:
Bidang            Ilmu Tataran
                                                  Fonologi            Fon/fonem
                                                                          Suku kata
                                                  Morfologi           Morfem
                                                                          Kata
                                                  Sintaksis           Frasa
                                                                          Klausa
                                                                          Kalimat
                                                   Wacana            Alinea
                                       Bagian (sejumlah alinea)
                Anak bab
        Bab
                                Karangan yang utuh
Semua unsur di atas disebut unsur segmental, yaitu unsur-unsur yang dapat dibagi-bagi menjadi bagian atau segmen-segmen yang lebih kecil. Di samping unsur segmental terdapat juga unsur suprasegmenta, yang kehadirannya tergantung dari unsur-unsur segmental. Unsur suprasegmental mulai hadir dalam tataran kata sampai wacana: nada, tekanan keras, panjang, dan intonasi.
Dengan demikian kata merupakan suatu unsur yang dibicarakan dalam morfologi, sebaliknya frasa dan klausa berdasarkan strukturnya termasuk dalam sintaksis.
Frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan itu dapat menimbulkan suatu makna baru yang sebelumnya tidak ada. Misalnya dalam frasa rumah ayah muncul makna baru yang menyatakan milik, dalam frasa rumah makan terdapat pengertian baru ‘untuk', sedangkan frasa obat nyamuk terdapat makna baru ‘untuk memberantas'.
Sebaliknya klausa adalah suatu konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tatabahasa lama dikenal dengan pengertian subyek, predikat, obyek, dan keterangan-keterangan. Sebuah klausa sekurang-kurangnya harus mengandung satu subyek, satu predikat, dan secara fakultatif satu obyek; dalam hal-hal tertentu klausa terdiri dari satu predikat dan boleh dengan keterangan (bentuk impersonal). Misalnya:
  1. Saya menyanyikan sebuah lagu.
  2. Adik membaca buku.
  3. Anak itu menangis.
  4. Ia sudah bangun.
  5. Diberitahukan kepada umum.
  6. Demikian diceriterakan.
  7. Sementara adik menyanyikan sebuah lagu, saya membaca buku.
  8. Ia makan, karena (ia) lapar.
Konstruksi nomor 1 sampai dengan 6 membentuk satu klausa, dan sekaligus sebuah kalimat. Sebaliknya konstruksi nonor 7 dan 8 merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dua klausa.
Sementara itu, jika kita mendengar orang mengucapkan:
  1. “Maling!” “Pergi!” “Keluar!”
  2. “Rumah ayah.” sebagai jawaban atas pertanyaan, “Rumah siapa itu?”
  3. “Karena lapar.” Sebagai jawaban atas pertanyaan, “Mengapa kamu malas bekerja?”
Semua konstruksi di atas diterima juga sebagai kalimat, walaupun contoh-contoh dalam nomor 9 hanya terdiri dari satu kata, sedangkan nomor 10 dan 11 terdiri dari frasa.
Jika demikian, sebuah kata, sebuah frasa, atau sebuah klasa dapat menjadi sebuah kalimat. Tetapi di mana letak perbedaannya? Kita menyebutnya sebagai kata, frasa, atau klausa, semata-mata berdasarkan unsur segmentalnya. Sebaliknya unsur kata, frasa, dan klausa dapat dijadikan kalimat jika diberikan kepadanya unsur suprasegmental—dalam hal ini intonasi.
Jadi: Kata + intonasi   > kalimat
        Frasa + intonasi  > kalimat
        Klausa + intonasi > kalimat

SEMANTIK

Semantik
Semantik ( semainen, Yunani = berarti, bermaksud) adalah bagian dari tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata. Dalam semantik hanya dibicarakan tentang makna kata dan perkembangan makna kata.
1. Makna Kata
Arti atau makna adalah hubungan antara tanda berupa lambing bunyi-ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan.
A. Macam-Macam Arti
Bermacam-macam lembang bunyi ujaran dari gejala-gejala sekitar kita biasanya dikumpulkan delam sebuah buku, dengan diberi penjelasan-penjelasan mengenai hubungan antara bentuk dan gejala-gejala tersebut. Buku-buku semacam ini desebut kamus atau leksikon. Oleh karena itu arti dari kata yang sesuai dngan apa yang kita jumpai dalam leksikon disebut arti leksikal. Dalam kalimat dapat terjadi pergeseran arti leksikal; dapat sedikit saja bergeser, tetapi dapat juga terjadi bahwa arti itu dapat menyimpang jauh dari arti leksikal tadi. Untuk mengetahui arti yang tepat kita harus meneliti hubungannya dalam kalimat, atau dengan kata lain harus meneliti hubungannya dalam struktur bahasa. Arti yang diperoleh dengan cara demikian disebut arti struktural.
Satu lambang bunyi atau simbol bunyi dengan demikian dapat mengandung bermacam-macam arti, baik arti leksikal maupun arti struktural. Karena arti struktural itu dapat bergeser banyak atau sedikit daru artu leksikal, maka ada kemungkinan sebuah kata dalam sejarah pemakaiannya akam mempunyai banak arti. Suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu disebut polisemi. 

Homonim dan Sinonim
Arti leksikal dari kata makan, adalah ‘memasukkan sesuatu je dalam mulut, kemudian mengunyah dan menelannya'. Tetapi arti ini dapat bergeser berdasarkan lingkungan dan situasinya. Ia makan tangan , tidak berarti memasukkan tangan ke dalam mulut, mengunyah lalu menelannya. Arti makan tangan dalam hubungan di atas adalah ‘kena tinju' atau ‘beruntung besar'. Makan suap artinya ‘menerima sogok'; makan garam artinya ‘sudah berpengalaman', dan lain-lain.
Makna tersebut masih memiliki hubungan, baik berupa pergeseran maupun berupa kiasan-kiasan. Tetapi ada pula bentuk-bentuk yang tampaknya sama betul tetapi artinya berbeda. Di sini kita tidak berbicara lagi mengenai polisemi, sebab polisemi selalu berarti satu bentuk yang mengandung banyak arti. Di sini kita tidak berhadapan dengan satu bentuk, tetapi ada dua bentuk yang kebetulan sama bentuknya. Dalam hal ini kita sudah masuk dalam bidang lain yang disebut homonim, yaitu kata-kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi artinya berbeda. Misalnya kata bisa, memiliki arti sanggup dan racun.
Di samping kata-kata yang berbentuk sama, ada kata-kata yang bentuknya berbeda tetapi artinya sama, yang lazimnya disebut sinonim. Misalnya ada bentuk buku dan kitab yang mempunyai makna sama. Pengertian sama di sini tidak berlaku mutlak, sebab dalam pemakaian sehari-hari tidak ada dua kata yang sama betul artinya. Jika kita ambil contoh di atas, maka seandainya kitab dan buku benar-benar sinonim, dalam arti sama betul artinya, maka di mana-mana keduanya harus selallu dapat bertukat tempat. Tetapi kenyataannya dalam pemakaian sehari-hari ada juga diferensiasinya. Tatabuku tidak dapat diganti dengan Tatakitab, memegang buku tidak dapat diganti dengan memegang kitab. Jadi dalam penggunaan sehari-hari sudah ada diferensiasi; tidak ada kata yang benar-benar sinonim dalam pengertian yang mutlak. 

Perubahan Makna

Dalam pertumbuhan bahasa, makna suatu kata dapat pula mengalami perubahan. Perubahan makna itu dapat dilihat dari bermacam-macam sudut. Di antara bermacam-macam peristiwa perubahan makna yang penting adalah:
  1. Meluas, cakupan makna sekarang lebih luas daripada makna yang lama. Berlayar, dulu digunakan dengan pengertian bergerak di laut dengan memakai layar, tetapi sekarang semua tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan alat apa saja disebut berlayar . Dahulu kata bapak dan hanya dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya disebut bapak sedangkan segala orang yang dianggap sama derajatnya disebut saudara.
  2. Menyempit, cakupan arti dulu lebih luas daripada makna sekarang. Kata sarjana dulu digunakan untuk menyebut semua orang cendekiawan, sekarang dipakai untuk gelar universiter . Pendeta dulu berarti orang yang berilmu, sekarang dipakai untuk menyebut guru agama Kri sten.
  3. Amelioratif, adalah suatu proses perubahan arti di mana arti baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari dulu; wanita dirasakan lebih tinggi nilainya dari kata perempuan; isteri atau nyonya dirasakan lebih tinggi atau lebih baik daripaada kata bini.
  4. Peyoratif, kebalikan dari ameliorative, peyoratif adalah suatu proses perubahan makna di mana arti baru dirasakan lebih rendah milainya dari dulu. Menyebut Perempuan dulu tidak ada rasa yang kurang baik, tetapi sekarang dirasakan kurang baik.
  5. Sinestesia, yaitu perubahan makna akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berlainan. Contoh: Kata-katanya pedas, suaranya sedap didengar, pidatonya hambar, dan lain-lain.
  6. Asosiasi, adalah perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh: Amplop artinya sogokan, dan lain-lain

Perubahan Makna

Dalam pertumbuhan bahasa, makna suatu kata dapat pula mengalami perubahan. Perubahan makna itu dapat dilihat dari bermacam-macam sudut. Di antara bermacam-macam peristiwa perubahan makna yang penting adalah:
  1. Meluas, cakupan makna sekarang lebih luas daripada makna yang lama. Berlayar, dulu digunakan dengan pengertian bergerak di laut dengan memakai layar, tetapi sekarang semua tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan alat apa saja disebut berlayar . Dahulu kata bapak dan hanya dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya disebut bapak sedangkan segala orang yang dianggap sama derajatnya disebut saudara.
  2. Menyempit, cakupan arti dulu lebih luas daripada makna sekarang. Kata sarjana dulu digunakan untuk menyebut semua orang cendekiawan, sekarang dipakai untuk gelar universiter . Pendeta dulu berarti orang yang berilmu, sekarang dipakai untuk menyebut guru agama Kri sten.
  3. Amelioratif, adalah suatu proses perubahan arti di mana arti baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari dulu; wanita dirasakan lebih tinggi nilainya dari kata perempuan; isteri atau nyonya dirasakan lebih tinggi atau lebih baik daripaada kata bini.
  4. Peyoratif, kebalikan dari ameliorative, peyoratif adalah suatu proses perubahan makna di mana arti baru dirasakan lebih rendah milainya dari dulu. Menyebut Perempuan dulu tidak ada rasa yang kurang baik, tetapi sekarang dirasakan kurang baik.
  5. Sinestesia, yaitu perubahan makna akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berlainan. Contoh: Kata-katanya pedas, suaranya sedap didengar, pidatonya hambar, dan lain-lain.
  6. Asosiasi, adalah perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh: Amplop artinya sogokan, dan lain-lain.

    PERUBAHAN BENTUK KATA
    Perubahan bentuk kata dapat kita bedakan atas 1) perubahan dari bentuk kata-kata dairi pebendaharaan kata-kata asli suatu bahasa karena pertumbuhan dalam bahasa itu sendiri, 2) perubahan dari kata-kata pinjaman.
    A. Adaptasi
    Bahasa Indonesia selama berabad-abad mendapat bermacam-macam pengaruh dari luar, yaitu pengaruh dari bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah. Semua bentuk asing itu tidak diterima begitu saja, tetapi selalu mengalami proses penyesuaian atau adaptasi sesuai dengan struktur bahasa Indonesia.
    Adaptasi atau penyesuaian bentuk itu dapat dibedakan atas:
    1. Adaptasi berdasarkan sistem fonologi bahasa Indonesia.
        Contoh: Voorschot (Belanda) > persekot
                     Voorlper (Belanda)  > pelopor
    2. Adaptasi berdasarkan struktur bentuk kata (morfologi) dalam bahasa Indonesia.
        Contoh: parameswari (Sansekerta) > permaisuri
                     prakara (Sansekerta)        > perkara
    Bila bentuk-bentuk asing itu tidak menunjukkan pertentangan-pertentangan atau perbedaan structural dengan bahasa Indonesia maka kata-kata asing itu diterima begitu saja tanpa mengalami adaptasi.
    B. Analogi
    Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang sudah ada. Misalnya berdasarkan bentuk-bentuk seperti sosialisme, sosialist, dan lain-lain, terbentuklah kata-kata seperti marhaenisme, marhaenis, pancasilais, dan lain-lain.
    C. Kontaminasi atau Perancuan
    Selain dari analogi ada cara pembentukan lain yang disebut kontaminasi atau perancuan, yakni dari dua ungkapan yang berlainan diturunkan suatu ungkapan baru.
    Contoh: Dari ungkapan-ungkapan membungkukkan badan dan menundukkan kepala dibuat kontaminasi: menundukkan kepala.
    D. Macam-Macam Perubahan Bentuk Kata
    Dalam pertumbuhan bahasa banyak kata yang mengalami perubahan. Perubahan-perubahan pada suatu kata tidak hanya terjadi karena proses adaptasi, tetapi juga disebabkan bermacam-macam hal lain, misalnya salah dengar, usaha memendekkan suatu kata yang panjang dan sebagainya. Kata bis yang sehari-hari dipakai sebenarnya berasal dari kata veniculum omnibus , yang berarti ‘kendaraan untuk umum'. Tetapi karena terlalu panjang maka yang diambil hanya suku kata terakhir, yang sebenarnya hanya merupakan sebuah akhiran.

KATA MEJEMUK

KATA MEJEMUK

Kata Majemuk atau Kompositum adalah gabungan dari da kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan arti.
Pada umumnya struktur kata majemuk sama seperti kata biasa yaitu tidak dapat dipecahkan lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil. Contoh: saputangan, matahari, orangtua, kakitangan, dan lain-lain. Namun pada kenyataannya, ada bentuk kata yang lazimnya dianggap sebagai kata majemuk, masih menunjukkan struktur yang renggang, dalam artian masih dapat dipisahkan oleh unsure-unsur lain.
Contoh: rumah makan = at dipulangkan kepada frase rumah tempat makan.
1. Terjadinya Kata Majemuk
Jika kata-kata itu masih dapat dikembalikan ke dalam bentuk-bentuk yang lain, mengapa sampai digolongkan sebagai kata majemuk?
Untuk mendapat suatu gambaran yang jelas, kita harus meninjau sejarah terbentuknya kata-kata maemuk tersebut. Menurut sejarah kata-kata majemuk itu pada mulanya merupakan urutan kata yang bersifat sintaksis. Dalam urutannya yang bersifat sintaksis tadi, tiap-tiap bentuk mengandung arti yang sepenuhnya sebagai sebuah kata. Tetapi lambat laun karena sering dipakai, hubungan sintaksis itu menjadi beku; dan sejalan dengan gerak pembekuan tersebut, bidang arti yang didukung tiap-tiap bentuk juga lenyap dan terciptalah bidang arti baru yang didukung bersama. Dan dalam proses ini tidak semua urutan itu telah sampai kepada taraf terakhir. Ada urutan kata yang masih dalam gerak ke arah pembekuan, ada yang sudah sampai kepada pembekuan itu yang masih dalam gerak itu dapat disebabkan karena gabungan itu memang sifatnya sangat longgar atau karena istilah tersebut baru saja tercipta.
Kata-kata yang masih dalam gerak inilah yang masih dapat dipecahkan strukturnya dengan meyisipkan kata-kata lain di antaranya, atau dapat dikembalikan kepada bentuk lain dengan cara transformasi. Tetapi karena frekuensi pemakaian tinggi, serta keterangan yang menerangkan bentuk itu harus selalu mengenai kesatuannya, maka kata-kata tersebut dimasukkan juga ke dalam kata majemuk.
Contoh: Rumah makan, walaupun strukturnya agak longgar, namun sering dipakai sebagai satu kesatuan arti; di samping itu keterangannya harus menerangkan keseluruhannya. Rumah makan yang baru; ‘yang baru' bukan menerangkan makan saja atau rumah saja, tetapi seluruh kesatuan itu.
2. Sifat Kata Majemuk
Berdasarkan sifat kata majemuk dengan melihat adanya inti dari pada kesatuan itu, maka kata majemuk dapat dibagi atas:
a. Kata majemuk yang bersifat eksosentris.
b. Kata majemuk yang bersifat endosentris.
Kata majemuk yang bersifat eksosentris adalah kata majemuk yang tidak mengandung satu unsure inti dari gabungan itu. Dengan kata lain kedua-duanya merupakan inti. Contoh: tuamuda, hancurlebur, kakitangan, dan lain-lain.
Sebaliknya, jika ada satu unsur yang menjadi inti dari gabungan itu maka sifatnya endosentris. Contoh: saputangan, orangtua, matahari, dan lain-lain, dimana sapu, orang, dan mata merupakan unsur intinya.

Jumat, 09 September 2011

KELAS XI SMK

BAB III
MEMAHAMI SURAT PERINTAH KERJA

A.       Pengertian Surat
Surat adalah alat komunikasi tulis untk menyampaikan berita/informasi dari satu pihak ke pihak lain.
B.       Fungsi Surat
1.    Alat komunikasi
2.    Alat bukti tertulis
3.    Alat pengingat
4.    Alat bukti historis
5.    Duta/wakil organisasi
6.    Alat pedoman kerja
C.       Jenis Surat
Berdasarkan isi/pembuatnya
1.    Surat bisnis
2.    Surat dinas
3.    Surat pribadi
a.    Surat pribadi bersifat resmi
Contoh: surat lamaran kerja, surat izin, surat permohonan.
b.    Surat pribadi bersifat tidak resmi
Berdasarkan jenisnya
1.    Himbauan
2.    Petunjuk
3.    Peraturan
4.    Pedoman
5.    Undang-undang
D.  Bagian Surat
1.      Kepala surat (kop surat)
a.       Nama lembaga/organisasi/instansi
b.      Alamat lembaga/organisasi/instansi;
c.       Nomor telefon, faximile, email, website;
d.      Bidang usaha;
e.       Nama dan alamat kantor cabang;
f.        Logo organisasi.
2.      Nomor, lampiran, dan hal surat
-         Nomor surat: kode urut, kode pokok maslah, bulan, tahun.
-         Lampiran: berapa lembar/bendel?
-         Hal: pemberitahuan/undangan/
3.      Tempat dan tanggal pembuatan surat
Ada tiga cara penenmpatan tanggal surat, yaitu di bawah kepala surat sebelah kiri, di bawah kepala surat sebelah kanan, dan di bawah tubuh surat.
4.      Alamat surat
a.       Alamat biasa
Contoh: Jalan Mawar No.09 Jakarta Barat-56674
b.      Alamat PO BOX:
Contoh: PO BOX 25 JKT-67889
            Contoh penulisan alamat:
a.       Alamat yang ditujukan kepada perorangan
Yth. Bapak Yunan Arifin
Jalan Candrakirana 14
Semarang - 52276
b.      Alamat yang ditujukan kepada jabatan
Yth. Kepala SMK Ma’arif NU 2 Ajibarang
Jalan Raya Ajibarang 45
Ajibarang – 65768
c.       Menggunakan alamat orang lain
Yth. Sdr. Lusi
d.a. Sdr. Ana Maria
Jalan Ronggowarsito 76
Semarang
d.      Menunjuk nama organisasi
Kepada Toko Laris Jaya
Jalan Melati 06
Bumiayu -  65657
e.       Menunjuk langsung bagian yang dituju
Yth Kepala SMK Ma’arif NU 2 Ajibarang
u.p Waka Kurikulum
Jalan Kalimasada 78
Ajibarang
5.      Salam pembuka
-         Hormat Kami, à resmi
-         Salam Sejahtera,  à akrab
-         Assalamualaikum Wr. Wb.,
-         Merdeka.
Untuk surat resmi bagian ini dapat dihilangkan atau masuk dalam alinea pembuka
-         Diberitahukan dengan hormat bahwa….
-         Dengan hormat diberitahukan bahwa….
-         Deangan hormat kami mengundang Bapak/Ibu/Saudara…
6.      Tubuh surat
a.       Alinea pembuka
1)      Menunjuk surat yang ada/pernah diterima/dikirim
-      Sehubungan dengan surat Saudara No. 5/IX/11 tanggal 4 September 2011 tentang….
-      Berdasarkan instruksi Menteri Pendidikan No.78/VII/11 tanggal 3 Juni 2011 tentang…. Maka….
-      Setelah membaca surat Saudara Nomor…tangggal…
(berkenaan dengan, menunjuk surat Saudara, membalas, menanggapi, memenuhi permintaan Saudara, sesuai dengan, setelah membaca,dll.)
2)      Latar belakang/alasan
-      Dalam rangka memperingati…
-      Untuk meningkatkan ….
-      Mengingat masih banyak pegawai…, maka…
-      Sehubungan dengan rencana…
3)      Langsung menyampaikan maksud
-      Diberitahukan dengan hormat, bahwa…
-      Diumumkan kepada seluruh siswa SMK Ma’arif NU 2 Ajibarang, bahwa….
-      Kami mengundang Bapak/Saudara….
-      Kami meminta bantuan Saudara….
(ungkapan bersama apabila disertakan lampiran)
4)   Alinea Inti
Secara deduktif (umum ke khusus)
-        Mengingat tagihan rekening telepon mengalami kenaikan setiap bulannya, maka dengan ini diberitahukan kepada seluruh karyawan bahwa penggunaan telepon dibatasi hanya untuk kepntingan kantor.
-       Berkenan dengan ….. , maka …..
Secara induktif (khusus ke umum)
-       Dengan ini diberitahukan bahwa mulai bulan September 2011, penggunaan telepon kantor dibatasi hanya untuk keprluan kantor. Hal ini disebabkan oleh tagian rekening telepon kantor selalu mengalami kenaikan setiap bulan.
-       Diberitahukan kepada siswa …. Hal ini disebabkan …..
Alinea pembuka dipisah dengan alinea inti
-       Untuk meningkatkan pelayanan kepada siswa SMK Ma’arif NU 2 Ajibarang, sejak tanggal 10 September 2011 kami akan melakukan pembangunan perpustakaan terpadu.

Sehubungan dengan itu mulai tanggal tersebut sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut pelayanan perpustakaan pada sore hari ditiadakan.
Alinea pembuka digabung dengan alinea inti
-       Berkenaan dengan pembangunan Perpustakaan Terpadu, maka mulai tanggal 11 September 2011 pelayanan perpustakaan pada sore hari untuk sementara ditiadakan sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.
5)    Alinea penutup
-       Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara kami mengucapkan terima kasih.
-       Kami menunggu balasan Saudara secepatnya.
-       Kami menunggu pesan Saudara. Atas perhatian Saudara kami mengucapkan terima kasih.
-       Semoga informasi ini bermanfaat bagi saudara. Terima kasih.
-       Demikian surat ini dibuat agar dipergunakan sebagaimana mestinya.
-       Semoga saudara maklum. Terima kasih.
-       Semoga kerja sama ini dapat ditingkatkan lagi di masa mandating.
-       Besar harapan kami atas terkabulnya permohonan ini. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara kami mengucapkan terima kasih.
7.      Salam penutup
-         Hormat kami,
-         Salam sejahtera,
-         Wassalam,
8.       Jabatan penanda tangan surat
a.       Di atas tanda tangan (instansi pemerintah dan sebagian swasta menggunakan model ini)
Hormat kami,
Kepala


Barda Sabastian, SE.
NIP 123456789
b.      Di bawah nama terang (instansi swasta sering menggunakan model ini)
Hormat kami,

Dani Safitri, S.Pd.
Direktur
c.       Apabila ditandatangani oleh pihak yang diberi kuasa
Hormat kami,
p.p PT Mawar Hitam


Wahyu Nugroho, M.Pd.
9.      Tembusan
Tembusan berfungsi untuk mengetahui kepada siapa saja surat disampaikan.
Tembusan:
1.      Yth. Ketua Yayasan Pendidikan Ma’arif NU Ajibarang
2.      Yth. Pengurus harian yayasan









D.      Model Surat Perintah Kerja
1.      Surat Perintah
surat erisi perintahdari atasan kepada bawahan.
Contoh:



 
 
KEMENTERIAN KESEHATAN  RI
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUASIN
Jalan Diponegoro 56 Purwokerto, Telp 175000, Fax. 5665656

SURAT PERINTAH
No.: 28/PRT/VII/2011

Dasar     : Dalam rangka menanggulangi wabah penyakit demam berdarah maka dipandang untuk melakukan Program Pencegahan Penyakit Demam Berdarah di daerah rawan endemik.
Kepada    : dr. Asmara Ningsih, Dokter Puskesmas Bukitsekali.
Untuk       :1. Merencanakan Program Pemberantasan Pencegahan Penyakit Demam Berdarah.
                2. Memberikan obat abate kepada masyarakat.
                3. Melakukanpenyemrotan ke rumah penduduk dan sekolah.
                4. Semua biaya dibiayai dengan anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin.
                5. Perintah ini agar dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


Dikeluarkan di : Banyuasin
Pada tanggal    : 12 Mei 2011
Kepala,

                                                                                 ttd

                                                                                  Dr. dr. Fahri Aziz






 
 
PERUSAHAAN ANEKA RASA
Jalan Pancurendang 45, Telp.(021) 56363737, Fax. (041) 8743665

Nomor: 06/T7/VII/11                                                                                                     19 Agustus 2011
Lamp.  :
Hal                   : Mengikuti Pelatihan


Yth. Bapak Bimo Silalahi
Bid. Produksi
Di Ajibarang


Dalam rangka meningkatkan kemampauan untuk mencapai produktivitas dan efisiensi kerja yang sebesar-besarnya maka diperintahkan kepada Saudara untuk:

1.      Mengikuti Pelatihan Makanan Khas Banyumas yang diselnggarakan yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata.
2.      Pelatihan berlangsung dari tanggal 25 s.d 1 September 2011 bertempat di Hotel Dinasti Purwokerto.
3.      Biaya untuk keperluan ditanggung oleh perusahaan.
4.      Melaporkan hasil pelaksanaan Surat Perintah ini kepada Biro Kepegawaian atasan langsung yang bersangkutan.

Demikian surat perintah ini dibuat untuk dilaksanakan dengan baik.


                                                                                                                                                                                                                                                                                         Direktur,

                                                                                   
                                                                                                                                                                                                                                                                                          Doni Tata, SE  
              




2.   Surat Edaran
Surat edaran adalah surat pemberitahuan tertulis yang ditujukan kepada pejabat/pegawai                                                                                                         

 
SEKRETARIS DAERAH
Jalan Kacangijobae 45, Telp.(021) 56363737, Fax. (041) 8743665


Nomor : 06/T7/VII/11                                                                      19 Agustus 2011
Lamp.  :
Hal      : Warna Tinta Stempel


Yth. Lurah
Seluruh kabupaten Brebes
Di Brebes

SURAT EDARAN
Berdasarkan pencermatan di lapangan, diketahui bahwa penggunaan tinta stempel LPMK, RT, dan RW tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka diminta kepada Lurah untuk menyampaikan kepada LPMK, RT, dan RW di wilayahnya bawha berdasarkan Peraturan Bupati Brebes Nomor 56 Tahun 1997, stemnpel LPMK, RT,dan RW menggunakan tinta berwarna biru.

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.


SEKRETARIS DAERAH
ASISTEN TATA PRAJA


Drs. Toto Sirait, M. Si.ka meningkatkan kemampauan untukdilaksanakan dengan baik.an atasan langsung yang bersangkutanesarnya maka diperi

Tembusan:
1.      Asisten Tata Praja Setda Brebes
2.      Ka. Bag. Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Brebes
Camat Seluruh kabupaten Brebes.




3. Surat Pengumuman
Surat pengumuman adalah pemberitahuan kepada seseorang banyak tentang sesuatu masalah agar diketahui dan dilaksanakan oleh orang banyak yang berkepentingan.


SD PELITA HARAPAN
Jalan Kacangijobae 45, Telp.(021) 56363737, Fax. (041) 8743665
Surabaya



Nomor: 06/T7/VII/11                                                                                         19 Agustus 2011
Lamp.  :
Hal       : Penerimaan Murid Baru


Yth. Lurah
Seluruh kabupaten Brebes
Di Brebes

Dengan hormat,
Sehubungan dengan kegiatan penerimaan murid baru tahun ajaran 2011/2012 dengan ini diumumkan hal-hal sebagai berikut.
1.      Waktu pendaftaran dari tanggal 12-25 Juni 2011 setiap hari kerja pukul 08.00-10.00.
2.      Syarat-syarat pendaftaran:
a.       Berusia minimal 6 tahun (terhitung 1 Juli 2011).
b.      1 lembar fotokopi akte kelahiran.
c.       1 lembar fotokopi kartu keluarga.
d.      2 lembar pas foto 3x4.
e.       Membayar formulir pendaftaran seharga Rp50.000.

Bagi yang belum melengkapi syarat-syarat di atas mohon segera dipersiapkan. Atas kerja sama Bapak/Ibu/Saudara kami mengucapkan terima kasih.


Kepala Sekolah


Drs. Toto Sirait, M. Si.



DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Jalan Sekaran 45, Telp.(021) 56363737 Semarang


PENGUMUMAN
No.: 23/PH/VI/11

Tentang
Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun 2011/2012



Dalam rangka penerimaan mahasiswa baru tahun 2011/2012, maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dengan ini Rektor Universitas Negeri Semarang mohon perhatian masyarakat mengenai hal-hal sebagai berikut:
1.      Universitas Negeri Semarang tidak mengakui dan tidak melayani oknum-oknum yang menyebut dirinya sebagai perantara bagi penerimaan mahasiswa baru untuk tahun ajaran 2011/2012.
2.      Universitas Negeri Semarang tidak mengadakan pungutan biaya apapun di luar biaya ujian masuk perguruan tinggi negeri tahun 2011 sebesar Rp 100.000,00 untuk kelompok IPA/IPS, dan RP 150.000,00 untuk Kelompok IPC per calon.
3.      Punggutan bagi para mahasiswa yang telah diterima adalah SPP dan dana lain sesuai dengan peratureri tahun 2011 sebesar Rp 100.000,00 untukan yang berlaku.

Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas maka diserukan kepada masyarakat agar tidak menghubungi dan memberikan pembayaran uang atau apapun juga kepada siapapun yang berhubungan dengan penerimaan mahasiswa baru di Universitas Negeri Semarang.
Kerugian yang timbul karena pembayaran/pemberian tersebut bukanlah tanggung jawab Universitas Negeri Semarang.


Semarang, 26 Mei 2011
Rektor UNNES



Prof. Dr. Sudijono Sastroatmojdo, M.Si.ka meningkatkan kemampauan untukdilaksanakan dengan baik.an atasan langsung yang bersangkutanesarnya maka diperi




ka meningkatkan kemampauan untukdilaksanakan dengan baik.an atasan langsung yang bersangkutanesarnya maka diperi