Rabu, 21 September 2011

Fonologi

  1. Fonologi
    • Fonologi mencoba mengkaji dan menganalisis bunyi ujaran pada suatu bahasa dengan cara mempelajari bagaimana bunyi ujaran tadi dihasilkan oleh alat ucap manusia, bagaimana bunyi ujaran tadi sebagai getaran udara, bagaimana bunyi ujaran tadi diterima oleh telinga manusia, dan bagaimana bunyi ujaran itu dalam fungsinya sebagai pembeda makna.
    Cabang-Cabang Fonologi
    Fonetikmerupakan cabang fonologi yang menyelidiki bunyi bahasa menurut cara pelafalan, sifat-sifat akuistiknya, dan cara penerimaannya oleh telinga manusia.
    Ketika kita medeskripsikan bahwa bunyi [p] dalam bahasa Indonesia adalah bunyi yang dilafalkan dengan menutup kedua bibir lalu melepaskannya sehingga udara keluar dengan letupan. Deskripsi seperti itu adalah deskripsi fonetis.
  2. Fonetik digolongkan ke dalam 3 macam, yakni:
    Fonetik artikulatorisadalah cabang ilmu fonetik yang mempelajari dan menyelidiki bagaimana pengartikulasian bunyi-bunyi di dalam bahasa.
    Fonetik akuistis adalah cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi bahasa sebagai getaran udara.
    Fonetis auditoris adalah cabang ilmu fonetik yang melakukan penyelidikan tentang cara-cara penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia.
  3. Alat Bicara
    Keterangan :
    1. bibir atas (labium)
    2. bibir bawah (labium)
    3. gigi atas (dentes)
    4. gigi bawah (dentes)
    5. gusi (alveolum)
    6. langit-langit keras (palatum)
    7. langit-langit lunak (velum)
    8. anak tekak(uvula)
    9. ujung lidah (apika)
    10. depan lidah
    11. daun lidah (lamina)
    12. tengah lidah (medium)
    13. belakang lidah(dorso)
    14. akar lidah (radika)
    15. faring
    16. rongga mulut
    17. rongga hidung
    18. epiglotis
    19. pita suara
    20. pangkal tenggorokan (laring)
    21. trakea
  4. Jenis-Jenis Bunyi
    Konsonan
    Konsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu.
    Bunyi konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria: posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
    # Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara.
    1. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu.
    Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, /m/, /n/, /ñ/, /j/, /z/, /r/, /w/ dan /y/.
    2. Bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tak bersuara, antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/.
  5. # Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal empat macam konsonan, yakni:
    1. konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan cara merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/, dan /m/.
    2. konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan cara merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/.
    3. konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/.
    4. konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan pangkal lidah ke langit-langit lunak, misalnya /k/ dan /g/.
  6. # Menurut cara pengucapanya/cara artikulasinya, konsonan dapat dibedakan sebagai berikut:
    1. bunyi letupan [plosive] yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi lalu dilepaskan, seperti [b], [p], [t], [d], [k], [g], [?], dan lain-lain;
    2. bunyi nasal adalah bunyi yang dihasilkan dengan menutup alur udara keluar melalui rongga mulut tetapi dikeluarkan melalui rongga hidung seperti fonem [n, m, ñ, ];
    3. bunyi lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah seperi [l];
    4. bunyi frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan secara frikatif misanya [f], [s];
    5. bunyi afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melepas udara yang keluar dari paru-paru secara frikatif, misalnya [c] dan [z];
    6. bunyi getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti [r] pada jarang.
  7. Semivokal
    Kualitas semi-vokal bukan hanya ditentukan oleh titik artikulasi, tetapi ditentukan pula oleh bangun mulut atau sikap mulut, misalnya vokal [u] yang merupakan vokal bundar. jika bangun mulut disempitkan lagi maka akan menghasilkan bunyi yang tidak mencapai titik artikulasi sehingga menghasilkan bunyi [ŵ]. Bunyi [ŵ] yang dimaksud adalah bunyi [ŵ] yang bilabial dengan mendekatkan bibir dengan gigi atas tapi tidak sedemikian dekat. Oleh karena itu, bunyi [ŵ] digolongkan sebagai bunyi semi-vokal.
    Vokal
    Menurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokal-vokal digolongkan:
    a. Vokal tinggidepandengan menggerakkan bagian depan lidah ke langit-langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti pengucapan bunyi [i].
    b. Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan sedikit membundar, misalnya /u/.
  8. c. Vokal sedangdihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya vokal [e].
    d. Vokal belakang dihasilkan dengan menggerakkan bagian belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara bagian belakang lidah dan langit-langit, misalnya vokal [o].
    e.vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak menaikkan bagian tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya Vokal // .
    f.vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah mendatar, misalnya vokal /a/.
  9. Depan Tengah Belakang
    Tinggi i u
    Sedang e ∂ o
    Rendah a
    Tabel Vokal Bahasa Indonesia
  10. Unsur Suprasegmental
    Fonem yang berwujud bunyi seperti yang digambarkan pada bagian di atas dinamakan fonem segmental. Fonem pada sisi lain dapat pula tidak bewujud bunyi, tetapi merupakan aspek tambahan terhadap bunyi. Jika seseorang berbicara, akan terdengar bahwa suku kata tertentu pada suatu kata mendapat tekanan yang lebih nyaring dibandingkan dengan suku kata yang lain; bunyi tertentu terdengar lebih panjang dibandingkan dengan bunyi yang lain; dan vokal pada suku kata tertentu terdengar lebih tinggi dibandingkan dengan vokal pada suku kata yang lain.
    Tekanan atau Stres
    Tekanan yang dimaksud dalam hal ini menyangkut keras lembutnya bunyi yang diucapkan oleh manusia.
    Nada
    Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.
  11. Unsursuprasegmentalinikemudianmelahirkansistemejaansuatubahasatertentu. Perhatikansistemejaanbahasa Indonesia berikutini!
  12. Suku Kata
    Suku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan napas dan umumnya terdiri atas beberapa fonem. Kata seperti datang diucapkan dengan dua hembusan napas, satu untuk da- dan satu lagi untuk tang.
    Suku kata yang berakhir dengan vokal (K)V, disebut suku terbuka dan suku yang berakhir konsonan (K)VK disebut suku tertutup.
  13. TulisanFonetis
    Di bawah ini akan dipaparkan tulisan fonetis menurut International Phonetic Association.
     /e/ seperti pada kata bebas
     /e/ seperti pada beban.
    e /e/ seperti pada tetapi.
    a /a/ seperti pada hak.
    I /i/ seperti pada gigit.
    i /i/ seperti pada kata gigih.
     /o/ seperti pada kata b r s
    o /o/ seperti pada toko.
    U /u/ seperti pada sarung.
    u /u/ seperti pada baru.
    ñ /ny/ seperti pada kata nyonya.
     /ng/ seperti pada hangat.
  14. Fonemik
    Objek kajian fonemik adalah fonem dalam fungsinya sebagai pembeda makna kata. Jika di dalam fonetik kita meneliti bunyi /l/ dan /r/ yang berbeda seperti terdapat pada kata laba dan raba maka dalam fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi-bunyi itu berfungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
    Fonem, Fon, dan Alofon
    Fonem adalah satuan terkecil bunyi bahasa yang bersifat membedakan arti (distingtif). Dalam dunia Linguistik, satuan bahasa yang disebut fonem ditulis di antara dua garis miring /…../.
    Alofon merupakan variasi sebuah fonem atau anggota sebuah fonem. Misalnya: fonem /i/ dalam bahasa Indonesia memiliki variasi fonem [i] dan [I].
  15. ProsedurPenemuanFonem
    Istilahkontraslingkungansama (KLS) tidakberbedamaknanyadenganpasangan minimal terutamadalampandanganFonologiStruktural (FS), yaknisama-samamerupakanprosedurpenemuanfonem yang mempunyaikonsepbahwaduabuahbunyibahasadapatdinyakatansebagaiduabuahfonem yang berbedaapabilakeduanyaberadapadaleksikon yang dibentukolehlingkunganbunyi yang samadankeduabunyiitulah yang menyebabkanmaknadarisepasangleksikonituberbeda (lihatPastikadalamMoeliono, 2004:86). Salahsatucontohnyaadalahpasanganpagidanbagi.
  16. Di samping KLS penemuansebuahfonemjugadapatdigunakan KLM, seperticontoh yang diungkapkandari Pike (1947) berikutini:
    laGa ’ranjangbayi’
    laXa ’anjing’
    aXal ’tikus’
  17. Bandingkan data-data di bawah ini!
    kanak-kanak[kana?-kana?] dan kekanak-kanakan[kekanak-kanakan]
    buih : [buih] dan [buIh]
    orang : [ora] dan [ra]
    Di samping lingkungan yang sama, terdapat juga lingkungan yang hampir sama, misalnya /liyar/ dan /luwar/. Bunyi [i] dan [u] pada data ini digolongkan sebagai fonem yang berbeda karena terdapat pada oposisi leksikal liar dan luar.
    Penentuan fonem seperti yang dijelaskan oleh Uhlenbeck (dalam Subroto, 1991:15) tidak semata-mata berdasarkan oposisi pasangan minimal, melainkan kita harus memperhatikan gejala sistematis mengenai terdapatnya kedua seri alofon tersebut dalam pembentukan kata, misalnya alofon [a] pada kata lara ’sakit’ akan bervariasi dengan [A] pada kata lArAne ’sakitnya’, lArAmu ’sakitmu’ dalam bahasa Jawa.
  18. Berbeda halnya dengan top dan stop dalam bahasa Inggris merupakan dua data yang berdistribusi komplementer karena bunyi [t] pada posisi tertentu tidak pernah ditempati bunyi [th] dan sebaliknya.
    Fon merupakanbunyi-bunyi yang kongkret, bunyi-bunyi yang diartikulasikan (diucapkan) atau bentuk kongkret dari sebuah fonem. Dalam hal ini, fonem merupakan maujud abstrak yang direalisasikan menjadi fon.
    Huruf-huruf yang digunakan untuk transkripsi di atas, tidak sama dengan huruf yang digunakan dalam tata aksara suatu bahasa. Huruf-huruf yang melambangi bunyi bahasa disebut grafem. Bunyi bahasa yang ditulis dalam ortografis atau ejaan diapit oleh tanda lebih kecil dan lebih besar (< >). Dengan demikian bisa jadi terdapat sebuah grafem yang melambangkan dua fonem yang berbeda, seperti halnya fonem /e/ dan // dam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan grafem .
  19. FonemAlofonGrafem Contoh
    /e/ [e] esate
    [] robek
    / /[] betul
    Alofon Vokal
    Fonem /i/.Fonem /i/ memiliki dua alofon, yakni [i] dan [I]. Fonem [i] dilafalkan [i] apabila terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti gigi, ini, tali dan (2) suku kata tutup yang berakhir dengan fonem /m, n, dan /, seperti simpang, minta, pinggul. Fonem /i/ dilafalkan [I] apabila terdapat pada suku kata tutup, seperti pada kata banting, kirim, parit, dan lain-lain.
    Fonem /e/.Fonemmemiliki dua alofon, yakni [e] dan []. Fonem /e/ dilafalkan /e/ jika terdapat pada suku kata terbuka, serong, sore, besok . Fonem /e/ dilafalkan [] jika terdapat pada suku kata tertutup akhir, misalnya nenek, bebek, tokek.
  20. Fonem //. Fonem // hanya memiliki satu alofon, yakni []. Alofon ini terdapat pada suku kata tutup dan suku kata terbuka, misalnya enam, entah, pergi, bekerja, dan lain-lain.
    Fonem /u/. Fonem /u/ memiliki dua alofon, yakni [u] dan [U]. Fonem /u/ dilafalkan [u] jika terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti upah, tukang, bantu dan (2) suku kata tertutup yang berakhir dengan /m, n, dan /, misalnya puncak, bungsu, rumput, dan lain-lain. Fonem /u/ dilafalkan [U] jika terdapat pada suku kata tertutup dan suku kata itu tidak mendapat tekanan yang keras, misalnya warung, bungsu, rumput dan lain-lain. Jika mendapatkan tekanan yang keras, /fonem /u/ yang semula dilafalkan [U] akan menjadi [u], misalnya pada kata pengampunan, kumpulan, simpulan, dan lain-lain.
    Fonem /a/. Fonem /a/ hanya memiliki satu alofon, yakni [a] seperti pada kata akan, dua, makan, jelas, dan lain-lain.
    Fonem /o/. Fonem /o/ memiliki dua alofon, yakni: [o] dan []. Fonem /o/ dilafalkan [o] jika terdapat pada suku kata terbuka, misalnya pada kata toko, roda, biro, dan lain-lain. Fonem /o/ dilafalkan [] jika terdapat pada (1) suku kata tertutup, misalnya rokok, pojok, momok dan (2) suku kata terbuka yang diikuti suku kata yang mengandung alofon [], misalnya pepohonan, pertokoan, dan lain-lain.
  21. Alofon Konsonan
    Fonem /p/. Fonem /p/ memiliki dua alofon, yakni [p] dan [p>]. Fonem /p/ dilafalkan [p] jika berada pada awal dan tengah suatu suku kata, seperti pada kata: pintu, sampai, dan lain-lain. Fonem /p/ dilafalkan [p>] jika terdapat pada akhir suku kata, seperti pada kata: tatap, sedap, tangkap, dan lain-lain.
    Fonem /b/. Fonem /b/ hanya memiliki satu alofon, yakni [b] yang biasanya terdapat di awal, tengah, dan akhir kata, misalnya baru, tambal, adab, dan lain-lain.
    Fonem /t/. Fonem memiliki dua alofon, yakni [t] dan [t>]. Fonem /t/ dilafalkan /t/ apabila terdapat pada awal kata dan tengah kata, seperti: timpa dan santai.Fonem /t/ dilapalkan /t>/ apabila terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: lompat dan tempat.
    Fonem /d/. Fonem /d/ memiliki dua alofon, yakni [d] yang posisinya selalu di awal suku kata, seperti pada kata: duta dan madu. Fonem /d/ dilafalkan [d>] jika terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: abad dan akad.
  22. Fonem /k/. Fonem /k/ mempunyai tiga alofon, yakni alofon lepas [k], alofon taklepas [k>], dan alofon hambat glotal tidak bersuara [?]. Alofon yang pertama terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: kaki dan kurang. Sedangkan alofon kedua terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: paksa dan iklim. Alofon ketiga terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: maklum dan rakyat.
    Fonem /g/.Fonem /g/ hanya memiliki dua alofon, yaitu: [g] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: gula dan ragu. Pada akhir suku kata, fonem /g/ dilafalkan [k>], seperti pada kata: ajeg dan gudeg.
    Fonem /f/. Fonem /f/ memiliki satu alofon, yakni [f] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: fakultas dan munafik.
    Fonem /s/. Fonem /s/ memiliki satu alofon, yakni [s] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: sama dan pasti.
    Fonem /z/. Fonem /z/ memiliki satu alofon, yakni [z] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: zat dan izin.
    Fonem /š/. Fonem / š/ memiliki i satu alofon, yakni [š] yang terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: syukur dan masyarakat.
  23. Fonem /x/. Fonem /x/ memiliki satu alofon, yakni [x] yang terdapat pada awal dan akhir suku kata, seperti pada kata: khas dan akhir.
    Fonem /h/. Fonem /h/ memiliki dua alofon, yakni [h] dan [h>]. Alofon [h] tidak bersuara, seperti pada kata: hari dan rumah. Sedangkan [h>] bersuara seperti pada kata: tahu dan tuhan.
    Fonem /c/. Fonem /c/ memiliki satu alofon, yakni [c], seperti pada kata: cari dan cacing.
    Fonem /j/. Fonem /j/ memiliki satu alofon, yakni [j], seperti pada kata juga dan maju.
    Fonem /m/. Fonem /m/ memiliki satu alofon, yakni [m], seperti pada kata: makan dan sampai.
    Fonem /n/. Fonem /n/ memiliki satu alofon, yakni [n], seperti pada kata: ikan dan pantai.
    Fonem /ñ/. Fonem /ñ/ memiliki satu alofon, yakni [ñ], seperti pada kata: ñiur dan ñañian.
    Fonem //. Fonem // memiliki satu alofon, yakni [], seperti pada kata: ñarai dan pakal.
  24. Fonem /r/.Fonem /r/ memiliki satu alofon, yakni [r], seperti pada kata: raja dan karya.
    Fonem /l/.Fonem /l/ memiliki satu alofon, yakni [l], seperti pada kata: lama dan palsu.
    Fonem /w/.Fonem /w/ memiliki satu alofon, yakni [w], seperti pada kata: waktu dan wafat.
    Fonem /y/.Fonem /y/ memiliki satu alofon, yakni [y], seperti pada kata: yakin dan yakin.
  25. Perubahan Fonem
    Pelafalan sebuah fonem dapat berbeda-beda karena tergantung pada lingkungannya. Misalnya bunyi /o/ jika pada silabe tertutup akan dilafalkan [] dan jika berada pada silabe terbuka kan dilafalkan [o].Akan tetapi perubahan pelafalan fonem dalam BI tidak bersifat fonetis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa macam perubahan fonem dalam BI.
    Asimilasi dan Disimilasi
    Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat adanya pengaruh bunyi dilingkungannya, sehinggga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya seperti, /b/ pada kata sabtu lazim dilafalkan /p/. Perubahan bunyi /b/ menjadi /p/ dalam hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh fonem /t/ yang merupakan fonem hambat tak bersuara. Selain itu, perubahan fonem /b/ menjadi /p/ diklasifikasikan ke dalam asimilasi fonemis, karena perubahan itu tidak mngakibatkan perubahan identitas fonem.
  26. Asimilasi dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu, asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi resiprokal. Pada asimilasi progresif, bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Pada asimilasi regresif, bunyi yang diubah terletak di depan yang mempengaruhinya. Sedangkan asimilasi resiprokal, perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi.
    Disimilasi adalah perubahan yang terjadi bila bunyi yang sama berubah menjadi tidak sama, misalnya kata cipta yang berasal dari bahasa Sangsekerta citta. Bunyi /tt/ pada data terakhir berubah menjadi bunyi /pt/ dalam BI.
  27. Arkifonem dan Kontraksi
    Arkifonemadalah hilangnya kekontrasan dua fonem yang berbeda pada posisi yang sama, misalnya [b] dan [p] pada kata jawab dan jawap. Kedua data terakhir apabila dilekati akhiran {-an} bentuknya menjadi jawaban. Jadi, disini ada arkifonem /B/ yang bisa direalisasikan menjadi [b] dan [p].
    Kontraksi adalah penyingkatan atau pemendekan pelafalan suatu kata dalam suatu bahasa, misalnya kata tidak tahu dilafalkan menjadi ndak tahu.
    Metatesis dan Epentesis
    Metatesis merupakan proses perubahan urutan fonem dalam suatu bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia selain kita jumpai bentuk sapu terdapat pula bentuk apus, selain kita jumpai bentuk jalur terdapat pula bentuk lajur, dan lain-lain.
    Epentesis merupakan penyisipan suatu fonem ke dalam suatu kata tertentu. Bunyi yang disisipkan biasanya merupakan bunyi yang hormogan dengan lingkungannya, misalnya fonem /m/ yang disisipkan pada kata sapi, fonem /m/ yang disisipkan pada kata kapak, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar