Rabu, 21 September 2011

Kata, Frasa, dan Klausa

Kata, Frasa, dan Klausa
Bila kita melihat tata tingkat atau hirarki dalam bahasa, maka urutan itu dari yang terkecil sampai yang paling luas beserta bidang ilmunya masing-masing adalah:
Bidang            Ilmu Tataran
                                                  Fonologi            Fon/fonem
                                                                          Suku kata
                                                  Morfologi           Morfem
                                                                          Kata
                                                  Sintaksis           Frasa
                                                                          Klausa
                                                                          Kalimat
                                                   Wacana            Alinea
                                       Bagian (sejumlah alinea)
                Anak bab
        Bab
                                Karangan yang utuh
Semua unsur di atas disebut unsur segmental, yaitu unsur-unsur yang dapat dibagi-bagi menjadi bagian atau segmen-segmen yang lebih kecil. Di samping unsur segmental terdapat juga unsur suprasegmenta, yang kehadirannya tergantung dari unsur-unsur segmental. Unsur suprasegmental mulai hadir dalam tataran kata sampai wacana: nada, tekanan keras, panjang, dan intonasi.
Dengan demikian kata merupakan suatu unsur yang dibicarakan dalam morfologi, sebaliknya frasa dan klausa berdasarkan strukturnya termasuk dalam sintaksis.
Frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan itu dapat menimbulkan suatu makna baru yang sebelumnya tidak ada. Misalnya dalam frasa rumah ayah muncul makna baru yang menyatakan milik, dalam frasa rumah makan terdapat pengertian baru ‘untuk', sedangkan frasa obat nyamuk terdapat makna baru ‘untuk memberantas'.
Sebaliknya klausa adalah suatu konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tatabahasa lama dikenal dengan pengertian subyek, predikat, obyek, dan keterangan-keterangan. Sebuah klausa sekurang-kurangnya harus mengandung satu subyek, satu predikat, dan secara fakultatif satu obyek; dalam hal-hal tertentu klausa terdiri dari satu predikat dan boleh dengan keterangan (bentuk impersonal). Misalnya:
  1. Saya menyanyikan sebuah lagu.
  2. Adik membaca buku.
  3. Anak itu menangis.
  4. Ia sudah bangun.
  5. Diberitahukan kepada umum.
  6. Demikian diceriterakan.
  7. Sementara adik menyanyikan sebuah lagu, saya membaca buku.
  8. Ia makan, karena (ia) lapar.
Konstruksi nomor 1 sampai dengan 6 membentuk satu klausa, dan sekaligus sebuah kalimat. Sebaliknya konstruksi nonor 7 dan 8 merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dua klausa.
Sementara itu, jika kita mendengar orang mengucapkan:
  1. “Maling!” “Pergi!” “Keluar!”
  2. “Rumah ayah.” sebagai jawaban atas pertanyaan, “Rumah siapa itu?”
  3. “Karena lapar.” Sebagai jawaban atas pertanyaan, “Mengapa kamu malas bekerja?”
Semua konstruksi di atas diterima juga sebagai kalimat, walaupun contoh-contoh dalam nomor 9 hanya terdiri dari satu kata, sedangkan nomor 10 dan 11 terdiri dari frasa.
Jika demikian, sebuah kata, sebuah frasa, atau sebuah klasa dapat menjadi sebuah kalimat. Tetapi di mana letak perbedaannya? Kita menyebutnya sebagai kata, frasa, atau klausa, semata-mata berdasarkan unsur segmentalnya. Sebaliknya unsur kata, frasa, dan klausa dapat dijadikan kalimat jika diberikan kepadanya unsur suprasegmental—dalam hal ini intonasi.
Jadi: Kata + intonasi   > kalimat
        Frasa + intonasi  > kalimat
        Klausa + intonasi > kalimat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar